Senin, 29 Oktober 2012

Tugas Mid: Pengaplikasian Teori Gagne

Imam Damara       09-032
Ichsan Syah Lbs   10-011
Arief Tri Prabowo 10-118

          Pada pembahasan teori Robert Gagne, terdapat sembilan tahapan dalam belajar. Tahapan-tahapannya seperti memerhatikan, harapan, pengambilan kembali, persepsi selektif terhadap ciri stimulus, pengkodean semantik, pengambilan kembali dan respons, penguatan, pengambilan petunjuk, dan kemampuan generalisasi. Pada tahap memerhatikan, kita harus memberikan stimulus yang bisa menambah perhatian. Tahap harapan, kita harus memberikan tujuan belajar agar peserta didik dapat membuat harapannya setelah mempelajari suatu hal. Tahap pengambilan kembali, kita harus bisa merangsang ingatan yang sudah ada agar bisa terpanggil kembali.

      Lalu pada tahap persepsi selektif terhadap ciri stimulus yang memungkinkan penyimpanan stimulus penting secara temporer di dalam ingatan kerja. Pengkodean semantic memberikan manfaat agar stimulus yang ada dapat terkode ke dalam memori jangka panjang. Setelah itu masuk pada tahap pengambilan kembali respon yang ada dan masuk pada tahap penguatan.

    Tahap selanjutnya adalah pengambilan petunjuk tambahan sebagai pengingat kapabilitas diwaktu mendatang. Tahap terakhir adalah kemampuan generalisasi agar memperkaya transfer belajar ke situasi baru.  

Tahapan-tahapan inilah yang akan kita pelajari melalui sebuah permainan sebagai berikut:

Alat yang diperlukan
1.            Kertas yang bergambar dan definisi sesuai teori
2.            Kertas HVS bekas
3.            Stopwatch


Instruksi Permainan
1. Sediakan sebuah kertas yang berisikan kalimat dari suatu teori dan 2 gambar yang berkorelasi  dengan teori.
2.   Kelas dibagi menjadi 4 kelompok yang terdiri dari minmal 9 orang
3.   Kemudian dipilih satu orang sebagai ketua kelompok.
4.  Masing-masing kelompok membentuk barisan memanjang dengan ketua kelompok berada pada barisan terdepan/oang pertama.
5. Lalu ketua kelompok diberikan gambar pertama yang akan disampaikan ke orang kedua dengan gerakan non verbal (tanpa suara) yang mendeskripsikan gambar tersebut.
6. Orang kedua yang menerima stimulus dari orang pertama, menyampaikan stimulus tersebut kepada orang ketiga, dan seterusnya sampai stimulus diterima oleh orang yang terakhir dari barisan.
7.  Setelah orang terakhir menerima stimulus yang pertama, kemudian orang pertama kembali diberi gambar kedua dan disampaikan ke orang kedua tetap dengan gerakan dan seterusnya sampai stimulus diterima oleh orang terakhir.
8. Setelah orang terakhir menerima stimulus yang kedua, orang terakhir di tanya apa maksud dari gambar tersebut dan tokoh apa yang memakai gambar tersebut dalam melakukan penelitiannya serta apa teorinya.
9.  Jika orang yang terakhir tidak bisa menjawab, orang kedua terakhir ditanya dan seterusnya sampai ada dalam kelompok yang bisa menjawab.
10. Waktu yang diberikan hanya 10 detik masing-masing orang memperagakan gambar tersebut ke orang berikutnya.
11. Sediakan kertas buram dan diberikan kepada masing-masing orang, kemudian mereka disuruh untuk menggulung kertas tersebut membentuk tabung (terompet).
12.  Setelah itu stimulus yang ketiga berupa kertas yang berisikan kalimat dari suatu teori diberikan kepada orang pertama. Kemudian orang pertama menyampaikan isi tulisan dari kertas tersebut kepada orang kedua dengan cara membisikan ke telinga orang kedua menggunakan sebuah kertas buram yang digulung tadi.
13.Setelah orang terakhir menerima stimulus yang kedua, orang terakhir di suruh untuk mengatakan dengan keras stimulus yang diterima.
14. Diawali dari orang yang terakhir untuk mengatakan stimulus yang diterima, selanjutnya orang kedua terakhir dan sampai orang pertama kembali mengatakan isi dari kertas tersebut.
15. Untuk stimulus yang ketiga, waktu yang diberikan hanya 15 detik menyampaikan stimulus tersebut ke orang berikutnya.

Tujuan dari games ini adalah:
1.            Memberi penguatan memori peserta atas stimulus gambar atau kalimat yang diberikan
2.            Merangsang peserta agar berpikir secara kreatif dalam menyampaikan suatu hal
3.            Mendidik peserta agar memiliki kepekaan terhadap suatu hal
4.           Merangsang indera visual dan pendengaran untuk teliti dalam melihat dan mendengar objek didepannya
5.            Agar peserta dapat lebih fokus dalam melihat suatu hal atau kejadian
6.            Melatih peserta dalam menyampaikan pendapat secara nonverbal
Pembahasan
     Dari permainan tersebut, kita akan menghubungkannya dengan teori sembilan tahapan dalam belajar. Dengan maksud, bermain juga bisa memberikan pembelajaran bagi siapa saja yang ingin belajar. Selain itu melalui permainan dan teori ini kita akan belajar bagaimana memperkuat memori peserta pada stimulus yang ada, sehingga konsep ini bisa kita gunakan untuk mengefektifkan belajar kita.

Selasa, 23 Oktober 2012

Tugas Psi Belajar: Mereview Jurnal

SUMBER JURNAL                   : Jurnal Psikologi Undip Vol. 8, No.2, Oktober 2010
NAMA PENULIS JURNAL      : Aswendo Dwitantyanov, Farida Hidayati, dan Dian Ratna Sawitri
INSTANSI PENULIS JURNAL: Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro
NAMA PEREVIEW                   : Imam Damara
INSTANSI PEREVIEW             : Fakultas Psikologi USU

I.                   LATAR BELAKANG PENELITIAN
Efikasi diri akademik dapat diartikan sebagai keyakinan seseorang bahwa dirinya mampu untuk melakukan tugas akademik yang diberikan dan menandakan level kemampuan dirinya (Baron & Byrne, 2003, h.183). Park dan Kim (2006, h. 276) menyebutkan efikasi diri sangat penting bagi pelajar untuk mengontrol motivasi mencapai harapan-harapan akademik. Pemahaman ini menggambarkan bahwa efikasi diri akademik dapat menjadi suatu sumber daya yang sangat penting bagi pengembangan diri melalui pilihan aktivitas mahasiswa.

Peneliti dalam survei awal terhadap empat mahasiswa tahun pertama menemukan beberapa indikator yang dapat melemahkan efikasi diri akademik, diantaranya keraguan dalam mengerjakan tugas dan rendahnya motivasi belajar untuk mencapai prestasi akademik yang memuaskan. Salah satu upaya meningkatkan efikasi diri akademik adalah melalui pelatihan (Sdorow, 1990, h. 461). Ellis (dalam Corey, 2007, h. 243) menambahkan seseorang mampu memodifikasi keyakinan-keyakinannya dengan melatih kemampuan berpikirnya. Cara dan pola berpikir seseorang mempengaruhi perilaku dan perasaan yang akan dimunculkan dalam situasi spesifik (Hayes & Rogers, 2008, h.32). Berpikir positif berkaitan dengan hidup positif yang berorientasi pada keyakinan. Dengan berpikir positif, seseorang mampu bertahan dalam situasi yang penuh stres (Brissette dkk. dalam Kivimaki dkk, 2005, h.413).

Berdasarkan paparan di atas, peneliti melihat pentingnya pengembangan model pelatihan berpikir positif untuk meningkatkan efikasi diri akademik. Elfiky (2008, h.269) menyebutkan saat seseorang berpikir, informasi yang dipikirkannya akan dimaknai dan pada akhirnya memanifestasikan perasaan tertentu. Oleh sebab itu, berpikir positif pada hakikatnya juga berkaitan erat dengan emosi. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin mengkaji secara empiris pengaruh pelatihan berpikir positif terhadap efikasi diri akademik mahasiswa tahun pertama.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui melihat secara empiris pengaruh pemberian pelatihan berpikir positif terhadap efikasi diri akademik mahasiswa Universitas Diponegoro, serta mengetahui perbedaan efikasi diri akademik antara mahasiswa Universitas Diponegoro yang mendapatkan pelatihan berpikir positif dan yang tidak mendapatkan pelatihan tersebut.
II.                METODE PENELITIAN
Langkah-langkah persiapan dan pelaksanaan prosedur eksperimen diawali dengan mempersiapkan skala efikasi diri akademik untuk diuji cobakan. Uji coba modul dilakukan dalam pilot study. Penelitian diawali screening untuk mendapatkan calon subjek penelitian. Data yang diperoleh dari screening sekaligus berguna sebagai data skor pretest subjek yang terpilih. Setelah dilakukan tes awal, kemudian perlakuan yang diberikan kepada kelompok eksperimen yaitu pelatihan berpikir positif, sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan. Setelah perlakuan diberikan, kemudian terhadap kedua kelompok diberikan posttest.
III.             HASIL PENELITIAN
Berdasarkan pengolahan data diperoleh bahwa pada kelompok eksperimen terdapat peningkatan skor sebesar 17,62 dan p = 0,000 (p < 0,05). Pada kelompok kontrol terlihat tidak ada perbedaan skor yang signifikan (p > 0,05). Uji independent sample t-test menunjukkan bahwa perbedaan skor pretest antara kelompok eksperimen dan kontrol adalah tidak signifikan (p > 0,05). Perbedaan terlihat setelah perlakuan yang ditunjukkan adanya peningkatan skor yang signifikan pada kelompok eksperimen (te = 11,325 > ttabel = 2,086, p < 0,05) dan subjek kontrol tidak menunjukkan perbedaan skor yang signifikan (te = 1,713 ≤ ttabel = 2,074, p > 0,05). Dengan demikian hipotesis penelitian dapat diterima yaitu ada pengaruh pelatihan berpikir positif terhadap efikasi diri akademik.
IV.             KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pelatihan berpikir positif memiliki pengaruh dalam meningkatkan efikasi diri akademik mahasiswa. Efikasi diri akademik kelompok eksperimen terbukti lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol.

V.                KOMENTAR TERHADAP JURNAL
Secara keseluruhan sistematika kepenulisan peneliti cukup bagus dan mudah dimengerti. Begitu juga dengan penampilan jurnal yang sederhana namun cukup padat menyampaikan isinya. Berdasarkan isi penelitian yang dibaca, dapat dikatakan bahwasanya peneliti memiliki pengetahuan yang cukup dalam tentang apa yang ditelitinya. Hal ini bisa dilihat dari penguasaan peneliti dalam menjabarkan penelitiannya.
Namun, ada sedikit kekurangan pada peneliti perihal pemilihan subjek yang digunakan. Dalam hal ini peneliti tidak menjelaskan bagaimana caranya mendapatkan sampel yang memiliki efikasi diri akademik yang rendah. Sehingga pembaca hanya mengetahui saja tanpa berpikir cara yang digunakan peneliti dalam memilih sampel.

Rabu, 10 Oktober 2012

Tugas Individu: Pengalaman Belajar Melalui Stimulus yang Diberikan

Dalam hal ini, produk yang saya buat adalah "surat wasiat dari ibu". Produk tersebut saya buat berdasarkan 3 stimulus yang diberikan, yakni: selembar kertas HVS dan dua lembar sertifikat. Dari ketiga stimulus itu saya kolaborasikan menjadi sebuah karya seni yang berbentuk gulungan kertas yang berisikan wasiat dari ibu


Adapun isi dari surat tersebut merupakan sebuah nasehat dari seorang ibu kepada anak agar menjadi manusia yang memiliki akhlak yang baik. Berikut isi suratnya:







Kaitan dengan teori Skinner: Dalam teori Skinner pada pengembangan strategi kelas, dosen pengampu Psikologi Belajar sengaja mengembangkan iklim kelas yang positif dengan cara memberikan stimulus berupa selembar kertas HVS dan dua lembar sertifikat. Lalu mahasiswa diajak untuk membuat suatu karya dari stimulus tersebut. Hal ini dilakukan agar menarik perhatian murid dalam memulai suatu pelajaran ataupun sebagai metode pembelajaran yang baru agar mahasiswa tidak bosan dengan metode belajar sebelum-sebelumnya. Tentu saja ini menjadi atensi besar bagi mahasiswa agar memiliki persiapan dalam mengikuti mata kuliah ini di kemudian hari dalam metode yang berbeda.

Adapun dari sudut pandang mahasiswa, perilaku mengerjakan stimulus yang diberikan merupakan reinforcement sekunder. Alasan saya menyebutnya sebagai reinforcement sekunder adalah perilaku mahasiswa dalam mengerjakan stimulus tersebut berharap supaya memiliki nilai yang baik dalam Psikologi Belajar. Seperti yang dikatakan Skinner tentang definisi reinforcement sekunder adalah penguatan berupa medali, sertifikat, dan penghargaan lainnya yang diasosiasikan dengan perhatian dan persetujuan individu berperilaku dalam stimulus yang diberikan.

Selasa, 09 Oktober 2012

Kaitan Pengalaman Pribadi Dengan Teori Skinner

    Uang, prestise, popularitas dan lain sebagainya menjadi sebuah keinginan bagi setiap manusia. Tak dipungkiri manusia berusaha untuk sekuat tenaga untuk mendapatkan hal tersebut. Maka tidak salah apabila dalam setiap lomba selalu ada hadiah baik itu berupa uang maupun profit lainnya bagi pemenang kompetisi tersebut. Dan tentu saja ini menarik perhatian peserta dalam memenangkan suatu kompetisi yang memiliki reward yang menarik perhatiannya.

   Saya, sebagai salah seorang yang tidak munafik mengiyakan pentingnya reward dalam suatu penyelenggaraan kompetisi, mencari-cari kompetisi yang menawarkan hadiah yang sangat menarik. Dalam pencarian tersebut, sangat banyak kompetisi-kompetisi yang menggiurkan hadiah yang menarik. Namun, hal itu tidak membuat saya tertarik mengikuti kompetisi tersebut. Hingga pada akhirnya saya menemukan kompetisi yang menawarkan hadiah yang menarik: liburan ke Kalimantan selama tiga hari dua malam. Gubrak!. Hal ini mendorong saya untuk segera mengikutinya. Dan langsung register saat itu juga.

    Kompetisi Indonesia.travel yang didukung oleh Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ini membuat adrenalin saya mengebu-gebu. Lima orang yang berada di peringkat teratas berhak mendapatkan liburan ke Kalimantan. Tentu saja saat itu saya berandai-andai berada di peringkat 5 besar tersebut. Selama 50 hari saya berjuang keras agar terus bertahan berada di posisi 5 besar. Waktu, tenaga, dan uang menjadi pengorbanan saya dalam mengikuti kompetisi tersebut. Dan tak lupa doa terpanjat kepadaNya agar Allah meridhoi atas setiap kegiatan yang saya lakoni.

   Man jadda wa jadda. Barang siapa yang bersungguh-sungguh, maka ia akan mendapatkannya. Alhamdulillah, setelah melalui proses yang luar biasa akhirnya saya berada di peringkat kedua dalam kompetisi Indonesia.travel. Tentu saja saya berhak mendapatkan apa yang selama ini saya perjuangkan: LIBURAN KE KALIMANTAN!

   Kaitan dengan teori: Berdasarkan teori Skinner yang merupakan aliran Behavioris, maka dapat dikatakan perilaku saya yang berhasil memenangkan kompetisi tersebut dilandasi oleh adanya liburan gratis ke Kalimantan, dimana hal ini dinamakan dengan penguatan sekunder. Dimana dalam penguatan sekunder mendorong seseorang berperilaku tertentu atas medali, sertifikat, hadiah dan penghargaan lainnya yang diasosiasikan dengan perhatian dan persetujuan. Benar saja, reward selalu dijadikan motivasi eksternal bagi manusia dalam melakukan suatu hal. Demikian dengan saya. Kalau tidak ada hadiah dalam kompetisi tersebut, maka saya tidak tertarik untuk berpatisipasi didalamnya.

Minggu, 07 Oktober 2012

Tugas Psikologi Belajar: Sinopsis Film Kinky Boots

Judul Film         : Kinky Boots

A. Sinopsis Film
      Setelah ditinggal ayahnya meninggal, Charlie sadar bahwa pabrik milik ayahnya dalam keadaan hampir bangkrut. Demi menghindari dari kebangkrutan, maka Charlie terpaksa melakukan PHK pada beberapa karyawannya demi  mengirit pengeluaran perusahaan ayahnya tersebut.

     Suatu ketika, tak sengaja Charlie bertemu dengan seorang waria bernama Lola. Melihat Lola yang susah payah mengenakan sepatu bootsnya, terbesit ide dalam pikiran Charlie untuk memproduksi boots `kinky` untuk para waria. Hal ini ia lakukan karena keluhan Lola yang mengatakan sepatu yang ia kenakan selalu rusak akibat menopang berat tubuhnya. Sehingga ia memutuskan untuk mendesain sepatu boots berheels tinggi yang cocok dipakai untuk waria.

      Yah, itulah yang dilakukan oleh Charlie, dia melihat bahwa pangsa pasar untuk kaum waria sangat terbuka lebar. Walau dilihat secara sekilas, tampaknya dia juga tidak suka dengan orang-orang waria ini.

      Akhirnya untuk mengenalkan produknya, maka Charlie membawa semua hasil rancangannya ke Milan, pusat mode dunia. Charlie bekerja ekstra keras untuk mendapatkan respon yang baik di Milan, yang membuat dia dan karyawannya salah paham. Mereka baru bekerja ekstra keras setelah mengetahui Charlie benar-benar ingin membuat supaya semua ini sukses dan pabriknya tidak bangkrut, walau dia harus menggadaikan rumahnya. Kerja keras Charlie harus membuat dia bersitegang dengan tunangannya, bahkan di akhrinya putus dengan tunangannya setelah tunangannya ketahuan selingkuh.

      Di Milan sendiri keadaan kacau balau. Lola dan tim penarinya tidak datang, hal yang membuat semuanya berjalan tidak kendali. Bahkan pada saat pementasan busana, Charlie terpaksa maju sendiri menjadi modelnya, hal yang membuat tindakan konyol, apalagi di lihat banyak orang, dan diliput berbagai macam media. Pada saat itu datang dewa penolong yang diharapkan menolongnya di saat yang tidak terduga seperti ini.

      Dalam hal ini Charlie mampu bermatormofis, mulai dari orang lemah yang tidak tertarik dengan pabrik sepatu ayahnya, berubah menjadi orang yang selalu berusaha untuk maju, cekatan. Mulai dari orang yang tidak kreatif yang mudah menyerah dengan keadaan (seperti yang dikatakannya, "apa yang bisa aku lakukan") menjadi orang yang bisa memeras otak dan keringat untuk bisa menyelamatkan pabriknya. mulai dari pria yang diremehkan oleh semua pegawainya, menjadi atasan yang mampu dihormati oleh semua pegawainya.

      Dan bagaimana pendekatan yang dilakukan Lola maupun Charlie dalam memperlakukan pegawai dan orang lain adalah orang yang patut dicontoh, karena tanpa adanya pegawai, maka sebuah pabrik tidak akan bisa berjalan. Seorang pekerja harus mampu menarik simpati dari rekannya yang lain, sehingga menghasilkan sebuah tempat kerja yang kondusif.

B. Pembahasan

1. Menurut Pandangan Behavioristik
    Dalam film ini, Charlie awalnya hanyalah seorang anak yang tidak peduli dengan perusahaan sepatu milik keluarganya. Hingga pada akhirnya sebuah peristiwa menimpa pada dirinya. Ayahnya meninggal dunia (stimulus). Hingga mau tidak mau ia harus meneruskan perjuangan ayahnya. Atau dengan kata lain meneyelamatkan aset keluarganya tersebut. Hal ini sesuai dengan teori Behavioristik yang menyatakan semua organisme menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui sejumlah respon, dan respon-respon tertentu biasanya disebabkan oleh peristiwa (stimuli) tertentu.

2. Menurut Pandangan Gestalt
    Seperti yang diketahui, Charlie bekerja keras dalam menyelamatkan perusahaan sepatu milik keluarganya. Berbagai macam cara ia lakukan dalam demi terhindar dari kebangkrutan. Hal pertama yang ia lakukan adalah memahami masalah yang terjadi pada perusahaannya. Yakni desain sepatu perusahaan tersebut sudah termakan oleh zaman. Lalu ia mulai mengembangkan identifikasi permasalahan secara jelas. Sehingga ia mulai berpikir berbagai macam cara dalam menyelamatkan perusahaannya. Salah satunya adalah mendesain sepatu boots yang bisa dipakai oleh pria. Hal ini sangat sesuai dengan teori Gestalt yang salah satu tokohnya, Karl Duncker, yang mengatakan bahwa pemecah masalah yang sukses mengindikasikan tiga langkah umum. langkah itu adalah: (a) memahami konflik masalah; (b) mengembangkan identifikasi secara jelas atas kesulitan dasar; (c) mengembangkan solusi masalah untuk mengatasi kesulitan dasar.

Selasa, 02 Oktober 2012

Teori-Teori Belajar Awal

Imam Damara         09-032
Ichsan Syah Lubis   10-011
Arief Tri Prabowo   10-118



Pada BAB ini kita akan membahas mengenai teori-teori belajar yang muncul pada abad ke-20an hingga berkembang. Disetiap masa, sains adalah hal-hal yang dihasilkan oleh riset, dan riset tidak lain adalah metode efektif yang telah ditemukan dan sesuai dengan zamannya. Setiap langkah dalam kemajuan sains atau ilmu pengetahuan akan bergantung pada langkah sebelumnya. dan proses ini tidak bisa dipercepat dengan hanya berharap (boring), 1930
 
Behaviorisme menjadi aliran dominan dari 1920-an hingga 1950-an, namun ia tidak sepenuhnya bebas dari kritikan tokoh lainnya. Pendapat yang menentangnya yakni psikologi gestalt yang menekankan pada pentingnya persepsi pemelajar dalam situasi pemecahan masalah dan karenanya ia membahas persoalan kognitif.

Dalam behaviorisme ada beberapa hal yang penting, yakni :
  1. Hal yang menjadi fokus studi ialah perilaku yang tampak atau yang bisa diamati, bukan kejadian mental internal atau rekonstruksi verbal atas kejadian.
  2. Perilaku tersebut harus dipelajari melalui elemennya yang paling sederhana (stimuli spesifik dan respon spesifik) dan perilaku bisa diajarkan berdasarkan pengkondisian.
  3. Proses belajar adalah perubahan behavioral. Suatu respons khusus terasosiasikan kejadian dari suatu stimulus khusus, dan terjadi dalam kehadiran tersebut.
Dari dasar behaviorisme tersebut ada beberapa tokoh yang membahas dan melakukan berbagai riset dalam menelaah teori ini. Adapun tokoh-tokoh tersebut seperti Ivan Pavlov, B. F. Skinner, John B. Watson, Albert, dll.

Dalam teori behaviorisme terdapat juga suatu aliran yang mana aliran tersebut merujuk pada teori behaviorisme, yakni Koneksionisme yang dipopulerkan oleh Eedward Thorndike. Teori ini berbeda dengan pengkondisian klasik dalam dua hal, yaitu : pertama Thorndike tertarik dengan proses mental, dan kedua melakukan riset reaksi refleks atau tidak sukarela, Thorndike meneliti perilaku mandiri atau sukarela. 

Psikologi Gestalt merupakan teori yang menentang teori behaviorisme. Teori ini berfokus pada pengalaman persepsi, dengan pendiri psikologi Gestalt adalah Max Wertheimer. Riset yang dilakukan psikologi Gestalt terhadap persepsi visual menunjukkan bahwa : (a) ciri global dideteksi sebagai keseluruhan, bukan sebagai elemen-elemen sederhana, (b) proses ini konstruktif karena individual sering mentransformasikan input visual yang tidak lengkap ke dalam citra perseptual yang lebih jelas. (Lehar, 2003, h. 51).

Teori ini diasumsikan berdasarkan, yakni : perilaku bersifat molar, individu memahami aspek dari lingkungan sebagai organisasi stimuli, dan merespon berdasarkan persepsi tersebut, selanjutnya organisasi atau susunan dari stimuli di lingkungan itu sendiri adalah sebuah proses, dan proses ini mempengaruhi persepsi individu.

Dilhat berdasarkan masing-masing asumsi teori Behaviorisme dan Gestalt terjadi berbagai perbedaan yang mendasar didapat. Adapun perbedaan tersebut ialah :
  1. Teori Gestalt berpendapat bahwa yang harus dipelajari adalah perilaku molar bukan perilaku molekular.
  2. Teori Gestalt berfokus pada pengalaman persepsi sedangkan teori Behaviorisme berfokus pada  perilaku yang bisa diamati.