BAB
I
PENDAHULUAN
Permasalahan
pendidikan di Indonesia adalah catatan hitam yang sulit dihapus dan pada
akhirnya akan menjadi cover di setiap
hamparan historis Indonesia. Program sekolah 12 tahun yang digalakkan
pemerintah tidak terjangkau di semua daerah. Bahkan beberapa daerah yang
berlokasi di pedalaman belum pernah mengecap pendidikan dasar. Sudah seharusnya
ini menjadi perhatian kita sebagai generasi muda intelek untuk berpikir kritis
dan mencari solusi dalam masalah ini.
Hal
inilah yang mendasari Anis Baswedan, rektor Universitas Primadina, membuat
program Indonesia Mengajar yang terdiri atas pengajar-pengajar muda yang
dikirimkan untuk mengajar di daerah-daerah pedalaman. Dalam workshop-nya di Auditorium USU pada
tahun 2013, Anis mengatakan, pendidikan di Indonesia bertujuan untuk mendorong
melahirkan generasi-generasi intelek yang bisa meningkatkan peradaban bangsa
secara kognitif dan bermoral.
Pengajar
memberi andil besar dalam membangun peradaban bangsa. Tanpa mereka, tak akan
pernah kita tahu bagaimana cara menggunakan angka-angka, serta berperilaku yang
baik. Di rumah, orangtua adalah pengajar pertama bagi anak-anaknya. Peran
orangtua sebagai pengajar menjadi fondasi awal dalam pembentukkan karakter
anak. Peran guru di sekolah juga sama pentingnya. Mereka bertanggung jawab atas
pengembangan karakter anak yang diasuhnya. Setiap yang guru ajarkan tentulah
akan ditiru oleh muridnya di kehidupan sehari-hari.
Selain
sebagai pengajar, peran guru juga sebagai pedamping bagi murid-muridnya. Mereka
juga mengajar, mengayomi, mengasuh, dan membina. Seperti pepatah Sekolah adalah rumah kedua bagi murid.
Dan guru adalah orangtua di sekolah.
Dalam
mengajar, dibutuhkan kompetensi yang baik pada ilmu yang diajarkannya. Sehingga
ketika ada pertanyaan yang datang dari murid, guru mampu menjawab pertanyaan
tersebut dengan maksimal serta tidak ada kejanggalan atas jawaban dari murid
yang bertanya. Namun, setelah ditelusuri lebih lanjut oleh peneliti di dunia
pendidikan, ternyata guru tak hanya harus memiliki kompetensi yang dimiliki
dalam mengajar. Hassett (dalam bukunya Danim, 2010) mengatakan, guru yang
berkualitas tak hanya berkaitan dengan pengetahuan yang luar biasa. Guru juga
harus dituntut mampu berkomunikasi dengan baik kepada muridnya. Komunikasi yang
baik mempermudah seseorang dalam menerima informasi dan juga tidak membuat
murid bosan dalam mendengar penjelasan guru
Menjadi
sebuah pertanyaan bagi kita bagaimana sebenarnya guru yang baik dalam mengajar.
Hal inilah yang mendorong peneliti melakukan wawancara terhadap salah seorang
guru yang aktif mengajar di salah satu sekolah swasta di kota Medan.
BAB
II
HASIL
WAWANCARA
a.
Identitas Guru
Nama pengajar/inisial : R.A.
Jenis kelamin :
Perempuan
Lokasi mengajar :
Harapan 3 dan Al-Fithiyan
Bidang yang diajarin :
Matematika dan bahasa Inggris
Tempat dan tanggal wawancara : Rumah Cahaya, sekretariat FLP, 10 April 2013
Durasi wawancara :
13 menit 57 detik
b.
Uraian Hasil Wawancara
Wawancara
dilakukan pada pukul 11.05 WIB pada tanggal 10 April 2013. Sebelumnya R.A.
pernah mengajar di beberapa privat. Pengalamannya sebagai guru les privat
mengantarkannya menjadi guru di sekolah Harapan 3 dan Al-Fithiyan. Berikut
uraian hasil wawancaranya:
1.
Bagaimana
pandangan guru tentang pendidikan?
Guru
di dalam dunia pendidikan tidak hanya sebagai pengajar. Namun, juga sebagai
pembina yang bisa memposisikan diri sebagai teman. Sehingga hal ini mempermudah
guru dalam mengetahui karakter siswa.
2.
Apa
motivasi yang mendasari menjadi guru?
Terdapat
kepuasan tersendiri dalam mengajar. Salah satu kepuasan yang didapat dalam
mengajar adalah ketika murid paham atas apa yang telah disampaikan oleh guru.
Hal itu menjadi motivasi bagi guru untuk terus mengajar pada murid-muridnya.
3.
Bagaimana
sudut pandangnya sebagai guru dalam melihat peserta didik?
Dalam
melihat peserta didik tentulah terdapat kenakalan murid yang sering dilakukan
di sekolah. Biasanya mereka bandel pada anak-anak umumnya. Kebetulan di sekolah
yang saya ajar murid-muridnya masih bandel-bandel yang wajar. Selain itu, ada
juga peserta didik yang memiliki sifat kritis. Hal-hal yang seperti itu yang
membuat saya senang. Karena terjadi komunikasi dua arah antara guru dengan
murid ketika guru mengajarkan.
4.
Bagaimana
tanggapannya bila memiliki murid yang bandel?
Seperti
yang dibilang, kebetulan di sekolah murid-muridnya hanya bandel yang wajar.
Kalaupun ada itu pun diberikan hukuman, walau sebenarnya itu tidak baik.
Mungkin lebih tepatnya diberi konsekuensi logis.
5.
Apa
filosofi dalam mengajar?
Saya
ingin dalam belajar-mengajar itu lebih manusia. Tidak harus memaksakan siswa
dalam belajar itu harus bisa menguasai apa yang telah diajarkan. Karena
karakter atau kecerdasan anak itu unik. Sehingga tak bisa dipaksakan harus
mengetahui apa yang telah disampaikan.
6.
Apa
pendekatannya dalam mengajar?
Biasanya
berusaha untuk melakukan pendekatan yang berbeda-beda pada tiap bab pelajaran.
Sehingga murid tidak bosan dalam menerima pelajaran.
7.
Guru
yang ideal dan baik itu seperti apa?
Guru
yang ideal itu ialah guru yang menguasai apa yang diajarkannya. Juga mampu
membuat suasana kelas menjadi hidup. Sehingga murid-murid tidak bosan atas apa
yang diajarkan. Dan juga murid merasa rugi apabila tidak memperhatikan guru
dengan baik. Walaupun sebenarnya tidak tahu bagaimana caranya.
BAB
III
PEMBAHASAN
Mengajar
yang Baik
Mengajar bermakna
memberi petunjuk atau informasi, pengalaman, pengetahuan kepada subjek yang
diajarkannya. Singkatnya, mengajar merupakan proses tindakan mentransfer ilmu
pengetahuan dengan tujuan yang dikehendaki. Biasanya media yang digunakan oleh
pengajar adalah papan tulis, kertas, alat-alat elektronik terkini dan media
lain yang mampu menunjang proses belajar-mengajar.
Dalam menunjang
pemahaman siswa dalam menerima informasi, diperlukan juga hal-hal seperti ini:
1.
Memfasilitasi
peluang belajar
2.
Menata
lingkungan edukatif
3.
Memotivasi
belajar
4.
Menangkap
pikiran dan hati
5.
Membangun
keaktifan belajar
Kelima hal di atas
dapat membangun suasana belajar aman dan nyaman bagi murid dalam menerima
pengetahuan dari gurunya. Kak A.R. dalam hal ini pengajar di sekolah Harapan 3
dan Al-Fithiyan memiliki kelima kompetensi tersebut.
Berdasarkan wawancara
dengan Kak A.R. bahwa beliau memfasilitasi peluang belajar pada siswa. Hal ini
dibuktikan dengan dibukanya les privat bagi murid-murid yang belum mengerti
tentang segala pelajaran yang didapat di sekolah. Karena muridnya masih berada
di bangku dasar, ia menyanggupi membuka les di setiap mata pelajaran. Sehingga
ini memberi peluang bagi murid-murid yang belum mengerti dapat mengejar
ketertinggalannya dengan murid-murid lain yang sudah mengerti.
Dalam menata lingkungan
yang edukatif, beliau juga meminta pada murid-muridnya untuk selalu menjaga
kebersihan kelas. Kebersihan kelas mampu memaksimalkan belajar murid menjadi nyaman.
Walau tidak ada dalam uraian hasil wawancara, informasi ini didapat pada
ngobrol-ngobrol santai pasca wawancara.
Sebagai guru yang
merangkap peran sebagai guru sekaligus teman, A.R. diyakini mampu memotivasi
serta menangkap pikiran dan hati murid-muridnya. Dengan setiap kelas berisikan
20 murid (jumlah kelas yang ideal), tak sulit bagi A.R. untuk memberikan
motivasi serta membangun intimacy
atau kedekatan dengan murid-muridnya. Hal ini ditandai dengan rasa
ketertarikannya pada pendapat bahwa setiap murid memiliki karakteristik yang
unik. Sehingga A.R. mencoba lebih memahami gaya belajar yang cocok untuk setiap
muridnya.
Dalam membangun
keaktifan belajar menjadi modal penting bagi seorang guru agar suasana kelas
tidak pasif. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi setiap guru bagaimana
membangun keaktifan belajar para muridnya. Sebagai guru matematika, tentu
banyak pertanyaan yang muncul bila ada soal yang tak dimengerti. A.R. selalu
bertanya pada duluan kepada murid-muridnya apabila terdapat soal atau rumus
matematika yang tak dipahami. Hal ini membuat suasana kelas menjadi dua arah
dan tidak cenderung mononton.
Pendidikan
Humanis
Dalam
dunia belajar-mengajar sudah seharusnya seorang guru tidak memaksa kehendak
agar muridnya memahami apa yang diajarkannya. Guru semestinya berpikir untuk ikut
mengkonfirmasi keaslian pemikiran siswa. Guru tidak bisa berpikir sendiri untuk
anak didiknya atau memaksakan pikirannya pada mereka. Hal ini senada dengan
filosofi dari Kak A.R. yang mengatakan bahwa dalam belajar-mengajar itu ingin
lebih manusia. Tidak harus memaksakan siswa dalam belajar itu harus bisa
menguasai apa yang telah diajarkan. Karena karakter atau kecerdasan anak itu
unik. Sehingga tak bisa dipaksakan harus mengetahui apa yang telah disampaikan.
Guru
Sebagai Pementor
Menjadikan dan membuat
kegiatan belajar siswa sebagai prioritas tertinggi adalah pekerjaan yang mulia
bagi setiap guru. Selain mengajar, tentu seorang guru haruslah menjadi teman
sekaligus pementor bagi muridnya. Hal ini membantu guru dalam memahami
kekurangan ataupun permasalahan yang dialami siswanya. Berikut hal-hal yang dilakukan
pementor dalam memaksimalkan potensi muridnya:
1.
Menyediakan
waktu secara ikhlas untuk mempengaruhi motivasi belajar siswa
2.
Berusaha
merangsang minat belajar siswa melalui berbagai metode
3.
Menanamkan
keinginan pada siswa untuk belajar seumur hidup
4.
Mengilhami
murid untuk mencapai tingkat intelektual yang lebih tinggi serta tidak patah
semangat dalam meraihnya
5.
Membuat
siswa dengan mudah memahami kepribadiannya
A.R. yang berprinsip
bahwa guru tidak mesti sebagai pengajar, namun juga berperan sebagai teman atau
pementor bagi muridnya. Sehingga tidak salah bila A.R. sangat disenangi oleh
anak didiknya. Bahkan dalam tuturnya, A.R. sering dijadikan “teman curhat”
apabila terdapat muridnya yang mengalami permasalahan. Sebagai pementor, tentu
sangat bijak rasanya untuk mendengar permasalahan murid lalu memberikan solusi
serta motivasi yang tentu mengarah pada proses belajar anak.
Seperti paparan
sebelumnya, A.R. telah menganut prinsip pementor di poin kedua. A.R. selalu
menggunakan metode pengajaran yang berbeda pada tiap babnya. Hal ini mendorong
siswa untuk meningkatkan minat belajarnya.
BAB IV
KESIMPULAN
Pendidik adalah seseorang yang memiliki
kemampuan dalam hal memberikan kontribusi yang bermanfaat dalam mendukung
perkembangan belajar muridnya. Kognitif, emosi dan psikomotorik merupakan
sebuah hal yang pendidik harus berikan kepada murid. Ini berguna dalam
memberikan penambahan wawasan dalam segi kognitif, mengelolah emosi yang baik
serta memiliki keterampilan psikomorik yang baik. Tiga nilai global yang akan
selalu digunakan dalam mendukung murid mencapai sebuah aspek kehidupan yang
baik dalam belajar.
A.R. sebagai pengajar muda yang berdedikasi
dalam dunia pendidikan memiliki spirit yang unggul dalam memaksimalkan potensi
muridnya. Beragam metode ia aplikasikan agar murid tidak bosan dengan pelajaran
yang ia ajarkan. Salah satu hal yang patut diteladani dari seorang A.R. sebagai
pengajar adalah rasa cinta terhadap keunikan karakteristik masing-masing
muridnya. Sehingga ia mencoba bagaimana memaksimalkan segala potensi yang
dimiliki siswa pada beragam metode pengajarannya.
Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk
memenuhi kebutuhan para pengajar. Sehingga tidak ada lagi pengajar yang
memiliki pekerjaan sampingan sebagai tukang becak akibat minimnya upah ngajar
yang didapat dari pemerintah. Kalau kebutuhan dasar para pengajar sudah berada
di level seharusnya, tentu guru lebih fokus dalam mengembangkan bahan ajarannya
kepada murid-murid. Hal ini agar A.R.-A.R. baru memiliki semangat dalam
mendidik anak-anak sekolah yang masih haus dalam menuntut ilmu.
BAB V
TESTIMONI DAN SARAN
Testimoni
Menjadi hal yang luar
biasa ketika mewawancarai seorang guru yang berjasa melahirkan calon-calon
intelek pemimpin bangsa. Bagaimana tidak, ketika masih berada di bangku
sekolah, saya sangat membenci guru matematika. Kebencian saya pada matematika,
otomatis juga membuat saya benci pada guru yang mengajarnya. Kali ini, saya
berkesempatan mewawancarai seorang guru yang kebetulan mengajar matematika. Ini
menjadi sebuah kebetulan yang membuka pikiran saya bahwa kebencian saya pada
guru matematika adalah sebuah kesalahan terbesar dalam hidup saya. Para guru
matematika tentu memberikan metode yang terbaik bagi muridnya dan berusaha
memahami ketidakfahaman muridnya. Sedangkan saya selalu membenci setiap metode
yang disampaikan guru matematika.
Tentu saja tugas ini membuka
pikiran dan mata hati saya agar lebih memahami peran dan jasa seorang guru
matematika yang selalu memberikan cara terbaik bagi muridnya walau sebagian
murid membencinya. Maafkan saya yang telah membencimu duhai Bapak/Ibu guru
matematika yang telah memberi pemahaman tentang ketulusan mengajar yang tak
bisa dikalkulasikan oleh angka.
Saran
Saran bagi siswa:
1.
Bila
engkau membenci suatu pelajaran, janganlah juga membenci pengajarnya;
2.
Maksimalkan
segala potensi yang dimiliki dalam menunjang pelajaran;
3.
Bertobatlah
dalam mengejek orang yang mengharapkanmu menjadi pemimpin dunia setelah engkau
tamat dari pelajarannya.
Saran bagi pengajar:
1.
Tetap
memberikan yang terbaik bagi anak didik walau mereka memperolok-olok. Kelak
ketika sukses, mereka tahu siapa orang yang harus dijumpai setelah orangtua
mereka;
2.
Berilah
program-program ajaran yang menarik dalam mendorong minat siswa mengikuti
pelajaran;
3.
Selain
sebagai pengajar, libatkan diri sebagai teman murid. Hal ini membuat murid
merasa nyaman berada dekat dengan guru. Sehingga tak ada lagi istilah “guru killer”.
DAFTAR PUSTAKA
Danim, S. &
Khairil. 2010. Pedagogi, Andragogi, dan Heutagogi. Bandung :
Alfabeta